Sejarah Just In Time
Just in Time dikembangkan
oleh Toyota Motor Corporation tahun 1973. Tujuan utamanya adalah pengurangan
biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan berbagai pemborosan. Pengembangan
yang sangat penting dalam perencanaan dan pengendalian operasional saat ini
adalah JIT manufacturing yang kadang disebut sebagai”produk tanpa persedian”.
JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi
persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi sehingga
komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi
selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu
cepat.
Dalam bahasa sederhanya pengertian
pemborosan adalah segala sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah
pemborosan.
Just In Time (JIT) merupakan integrasi dari
serangkaian aktivitas desain untuk mencapai produksi volume tinggi dengan
menggunakan minimum persediaan untuk bahan baku, WIP, dan produk jadi. Konsep dasar
dari sistem produksi JIT adalah memproduksi produk yang diperlukan, pada waktu
dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada setiap
tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis atau paling
efisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination) dan perbaikan terus –
menerus (contionous process improvement).
Dalam system Just In Time (JIT), aliran
kerja dikendalikan oleh operasi berikut, dimana setiap stasiun kerja (work
station) menarik output dari stasiun kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan kenyataan ini, sering kali JIT disebut sebagai Pull System (system
tarik). Dalam system JIT, hanya final assembly line yang menerima
jadwalproduksi, sedangkan semua stasiun kerja yang lain dan pemasok (supplier)
menerima pesanan produksi dari subkuens operasi berikutnya. Dengan kata lain,
stasiun kerja sebelumya (stasiun kerja 1 ) menerima pesananproduksi dari
stasiun kerja berikutnya (stasiun kerja 2 ), kemudian memasok produk itu sesuai
kuantitas kebutuhan pada waktu yang tepatdengan spesifiksai yang tepat pula.
Dalam kasus seperti ini, stasiun kerja 2sering disebut sebagai stasiun kerja
pengguna (using work station). Apabila stasiun kerja pengguna itu menghentikan
produksi untuk suatu waktu tertentu, secara otomatis satisun kerja pemasok
(supplying wotk station) akan berhenti memasok produk, karena tidak menerima
pesanan produksi.
Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada tujuh prinsip yang
harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem
produksi, yaitu:
1. Berproduksi
sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan
produk menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu
masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas
pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu proses
produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke
pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stock serta untuk
menekan biaya penyimpanan (holding cost).
2. Produksi
dilakukan dalam jumlah lot
(Lot Size)
Yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang
kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas
produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan
permintaan pasar.
3. Mengurangi
pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area
operasi yang ada. Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam
kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang
diperlukan untuk mencapai target produksi.
4. Perbaikan aliran
produk secara terus menerus.
(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah
menghilangkan proses-proses yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang
tidak produktif (idle, delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa
menghambat kelancaran aliran produksi.
5. Penyempurnaan
kualitas produk (Product Quality Perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time
dalam sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero
Defect” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah
proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan
dikoreksi sedini mungkin.
6. Respek terhadap
semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap
pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil
keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan
karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
7. Mengurangi
segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi
demand yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan
berubah menjadi waste bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen
tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali seperti halnya yang
umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan
bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan
dan penjadualan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti.
Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus
sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan formulasi model peramalannya.
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem
produksi di atas bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam
jangka waktu pendek, melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan
merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada
kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru akan menambah
biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar.
Selain
prinsip dasar just in time, berikut adalah urutan penerapan teknik just
in time :
·
Menerapkan
5S – dasar untuk perbaikan: Dasar perbaikan ditempat kerja adalah konsep 5S
yang terdiri dari Seiri (Pemilihan), Seiton (Penataan), Seiso (Pembersihan),
Seiketsu (Pemantapan), dan Shitsuke (Kebiasaan).
· - +Penerapan
produksi satu potong untuk mencapai pengimbangan lini.
· +Pelaksanaan
produksi ukuran lot kecil dan perbaikan metode penyiapan.
· +Penerapan
operasi baku.
·
+Produksi
lancer dengan merakit produk sesuai dengan kecepatan penjualan
·
+Autonomasi
(“jidoka”)
·
+Penggunaan
kartu kanban.
Comments
Post a Comment